Skip to main content

Antara Pelangi dan Aurora #Cerpen


Hembusan angin begitu kencang, tak terlihat secercah sinar matahari. Tangan mungilnya memeluk erat lutut yang bersedekap di atas tanah berpasir, dengan sangat antusias Mila mendengarkan kakaknya.
“Jadi tau kan dik, pelangi dan aurora itu sama-sama indahnya, dan itu akan muncul di kota kecil kita ini.” jelas Zetta, kakak Mila.
Matanya memandang menembus rerumputan tinggi membayangkan danau luas nan indah yang bukan kepalang panoramanya. Mereka berdua sama sekali belum pernah mengunjungi danau bak surga diseberang utara rumahnya yang dikelilingi bukit hijau nan tinggi.
“Kakak, aku ingin lihat pelangi, munculnya pagi hari ini, ya?” sahut Mila.
Dielus-elus lah rambut lurus adiknya. Mereka berdua memandang langit yang mendung karena sebentar lagi turun hujan dan mereka yakin bisa melihat pelangi.
“Kak, kalau lihat aurora kita lihatnya di danau sana yaa, pasti sangat menakjubkan.”  tanya Mila dengan berharap.
Belum sempat menjawab pertanyaan adiknya.  
Tiba-tiba “Bom Bom Bom” tanah seakan berguncang, pepohonan cemara disekelilingnya menggoyangkan daun-daun runcingnya. Zetta dan adiknya sontak terkaget dan panik.
“Zetta, Mila, ayo kita pergi dari sini.” sahut Ibunya.
“Bom bom bom” suara ledakan itu makin mendekat, terlihat kabut asap ledakan.
 “Ayo cepat Mila!” sahut Ibunya.
Ibunya menggandeng mereka berdua pergi berlari secepatnya dari rumahnya. Mila masih memandang ke belakang ke arah danau itu. Semua orang bergemuruh keluar secepat ledakan bom itu dilemparkan.
“Tik..tik..tik” bunyi hujan deras tiba
“Cepat kalian pergi ke bukit tinggi itu temui nenek di rumahnya.” suruh Ibunya sambil memandang asal ledakan bom.
“Tapi bu?” tanya Zetta.
“Cepat Zetta ajak adikmu, Ibu akan menyusul.” jawab Ibunya.
“Ayo Mila.” Satu jam kemudian, ledakan bom itu berhenti.
“Nenek, Ibu kok tidak kembali, Ayah juga tidak pulang dari kemarin?” tanya Mila yang polos sambil membuka tirai jendela mengintip ke luar. Neneknya mengangkat Mila dan duduk digendong diatasnya.
“Nenek hujannya sudah reda, bom nakal itu juga sudah tidak berisik lagi, aku mau keluar sama kak Zetta lihat pelangi.” minta Mila.
“Klik” suara pintu yang terbuka, Mila menggandeng tangan Zetta.
“Waw lihat kak, itu pelanginya datang. Waaw waww indah sekali.” takjub Mila.
Tujuh warna memantul di bola mata bening Mila yang sedang ternganga melihat pelangi yang bisa membuat siapa saja jatuh hati.
“Mila, lihat itu ada para prajurit dan didepan sendiri itu Ayah, dia sedang menggendong Ibu.” terang Zetta.
Pandangan Mila pun terganggu dengan suara Zetta. Mereka berdua berlari menujunya. Bayangkan Aberdeenshire, kota kecil yang dihuni kurang dari 2000 orang dengan hamparan bukit hijau membentuk lingkaran mengelilingi laut biru, kini berubah seakan tak pernah ada kehidupan disana. Sebagian kota itu telah di bom. Tapi setidaknya warna-warni pelangi yang tepat berada di atas bukit selatan bagaikan cahaya yang menerangi kota mati itu. Mila kecewa ia takkan lagi menanti pelangi. Disaat pelangi muncul perlahan-lahan saat itu juga Ayahnya terjatuh dan meninggal menjemput Ibunya yang sudah tak bernyawa sedang digendongnya.
“Ayaaaah Ibuuuu kalian janji akan melihat pelangi bersama aku dan Kak Zetta, pelanginya sudah muncul Ayah, cepat katakana sesuatu.” pinta Mila.
Air matanya mengalir deras membasahai kedua pipi putihnya. Kedua orang tua Zetta dan Mila kini menjadi pahlawan di kota ini. Ayahnya merupakan panglima perang tertinggi, demi mempertahankan kota ini, ia rela meninggalkan keluarganya dan berbesar hati menerima istrinya menjadi korban kekejaman perang ini sebelum beliau meninggal. Perang merebutkan kota ini dimenangkan beliau, beliau berhasil menembak mati Jenderal musuh walaupun kotanya kini sebagian sudah hancur. Tidak ada prajurit yang mengetahui bahwa ayah Mila sudah tertembak saat tadi.
20 tahun kemudian
“Uhh Uhh Uhh”  suara batuk Nenek Mila.
“Nenek ayo minum obat dulu.” Mila menyodorkan obat ke mulut neneknya.
“Kalian berdua katanya akan bekerja di kota Caltrio, kapan kalian kesana cucuku?”
“Iya nek, tapi kami tidak mungkin meninggalkan nenek yang sakit seperti ini.”
“Sudahlah mila, itu kan impian kalian bekerja di kota itu, kalian ingin menjadi pahlawan seperti orang tua kalian setelah kembali lagi kesini kan?” sahut Neneknya.
Tubuhnya mulai lemas, pandangannya mulai kabur, penyakit itu sudah menggerogoti tubuh Neneknya sejak lama. Tak lama kemudian, Zetta dan Mila menangis didepan kuburan neneknya yang berada disamping kuburan orang tuanya.
           Kota Caltrio, 24 km sebelah timur kota Aberdeenshire. Pukul 22.00, badai salju itu tidak berhenti sejak seminggu terakhir. Menyibukkan diri di dalam apartemen dibalut jaket tebal sambil menyeduh secangkir kopi panas disebelah tungku api.
“Kring..Kring” suara telepon. Ia berbalik kearah telepon itu .
“Halo ini dokter Mila, Kepala Departemen Virology World Immune International (WII ).”
“Selamat malam dokter Mila, maaf mengganggu, kita akan mengadakan rapat sekarang juga tentang pembahasan kemarin, ini sudah begitu gawat. Mobil kami sudah menunggu di depan apartemen anda.”  terang rekan kerja Mila.
“Baik saya kesana sekarang juga.”  Mila menutup teleponnya.
Wajahnya mulai cemas, udara di luar begitu dingin. Mila mengambil sarung tangan tebal dan menutup jendela itu. Ia turun ke bawah menuju mobil di luar. Kedua tangannya terus diusap dan menghembuskan napasnya ke telapak tangannya. Di dalam mobil itu terdengar bunyi berita dari radio.
“Penyakit dengan ciri-ciri seperti penyakit mental yang melanda kota Aberdeenshire belum diketahui penyebab dan penyebarannya. Halusinasi, ketakutan, kecemasan yang berlebihan, stres, memandang hal yang tak logis, dan yang paling parah depresi. Semua gangguan jiwa itu dialami oleh hampir penduduk kota itu. Penyebarannya seperti virus. Orang yang sehat dan mendekati korban, dua jam kemudian akan terkena gejala seperti itu. Tepat pukul 24.00 para peneliti, dokter, medis, psikiater, pendeta bahkan cenayang berkumpul untuk mendiskusikan bagaimana cara mengatasi kejadian aneh ini. Grey Aseyla melaporkan dari kota Aberdeenshire.”
“Ayo Pak cepat .” seru mila kepada sopir, ia mulai khawatir.
            Di World Immune International (WII ) pukul 24.00.
“Cepat berikan aku sampel darah dari salah satu korban.” suruh Mila kepada para medis.
“Maaf dokter Mila itu tidak ada kaitannya dengan virus atau bakteri. Ini adalah penyakit kejiwaan. Itu bisa terjadi karena ekonomi dan perdagangan kota itu melemah, maka hampir semua penduduknya depresi dan putus asa menghadapi kehidupannya.” terang salah seorang pskiater.
“Tidak.. tidak..dengan makin banyak jumlah korban, kota itu telah terkutuk. Tuhan telah mengirimkan bencana kepada kota terkutuk itu, inilah tanda-tanda kebesaran-Nya.” sahut seorang pendeta.
“Cukup! apa yang kau katakan pendeta, kau terus menjelek-jelekkan kota Aberdeenshire, ini semua adalah balas dendam dari negaramu bukan, 20 tahun lalu kalah perang dengan kota Aberdeenshire, aku tahu negaramu yang menyebarkan virus gila itu” ucapan Mila terpotong.
“Kalian jangan berdebat seperti ini, nanti roh jahat itu akan mengganggu kita. Sudah tidak diragukan lagi, jiwa mereka telah diselimuti roh jahat dari danau yang terkutuk itu. Kita harus menyiapkan ritual di danau itu dengan..” ucapan cenayang itu terpotong .
“.. huh sudahlah aku tak peduli apa yang kalian katakan, jika benar carilah buktinya.”
Dengan meredam amarahnya Mila langsung pergi menuju ruang laboratorium.
“Cepat siapkan sampelnya!” suruh Mila.
“Baik dokter.” Mila dan para rekannya mengamati sampel darah korban.
Akhirnya terdeteksi sebuah koloni asing menggumpal di plasma darah.
“Baik, amati terus perkembangannya. Tepat pukul 7 pagi saya akan ke kota Aberdeenshire.” Di ruang laboratorium, Mila mulai meneliti virus asing itu dan menyiapkan percobaan untuk keesokan harinya.
“Ini adalah virus yang baru kita kenal, virus ini diketahui menyerang salah satu saraf otak. Virus ini lebih bahaya dari virus HIV bahkan hepatitis, dalam waktu 2 jam virus ini mereplikasikan diri sebanyak mungkin.” kata salah seorang rekan dokter Mila.
“Iya itu benar, kita harus membuat vaksinasi dan atau obat virus itu. Kemungkinan dalam waktu 2 hari saja kota Aberdeenshire bisa jadi kota gila.” cemas Mila.
“Ini tak bisa dibiarkan.” batin Mila.
Semalam suntuk mila dan para rekan dokter mencoba membuat vaksinasi tersebut.
            Pukul 5 pagi keesokan harinya. 
“Tinut..tinut” suara telepon Mila.
“Mila, ini kak Zetta. Aku sudah dengar berita tentang kota kita. Aku dan rekan kerjaku dari kepolisian akan segera kesana. Bagaimana menurutmu?”
“Jaa.. jangan Kak, ini masalah serius, kita dalam perang. Raja Chattkowdch dari Negara Endermon itu pasti yang menyebarkan virus ciptaannya ke kota kita. Dia ahli virologi. Dia pasti membalas dendamnya kepada kita atas peristiwa 20 tahun yang lalu.” terang Mila.
“Lalu, apa bisa kau atasi ?” tanya Zetta kepada Mila.
“Aku tak yakin, obat dari virus ini memang belum diciptakan bahkan Raja Chattkowdch tidak bisa membuatnya. Ia memang sengaja menghancurkan kota kita lagi. Tapi aku sudah mencoba membuatnya.” jawab Mila.
“Ini memang keterlaluan dik, kau jangan berjuang sendiri, aku tahu kau akan ke kota Aberdeenshire, kota kita. Kota Caltrio mengirim agen militer dan kepolisian ke kota Aberdeenshire. Kota Caltrio sangat membantu kita. Ingat dik hanya kita berdua penduduk kota Aberdeenshire yang tidak terjangkit virus itu. ” terang Zetta.
Mila dan rekan dari departemennya sampai di kota Aberdeenshire.
“Ingat virus ini menyebar melalui air, udara dan tanah, berhadapan dengan korban dalam jarak 2 meter dalam waktu lebih 5 menit, maka 2 jam kemudian kalian akan seperti mereka. Kita hanya menjadikan mereka percobaan atas penemuan vaksinasi atau obat dari yang kita buat dan melihat reaksinya.”  terang Mila.
            Sore harinya,  di sebelah utara 15 km dari kota Aberdeenshire, posko Departemen virologi WII. Para dokter departemen tersebut berkumpul mengadakan sebuah rapat.
“Dokter Mila, tim kami tidak berhasil, tak ada reaksi dari mereka.” sahut rekan dokter Mila.
“Maaf dokter Mila, tim dari dokter Alex tidak kembali, mereka sepertinya tertular virus itu dan menjadi korban.” sahut rekan dokter lainnya.
“Brooaak.” Pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka
“Cukup sudah dokter Mila.” sahut gubernur Kota Caltrio.
“Secepatnya kita akan membumihanguskan kota Aberdeenshire, kita akan memusnahkan dengan membakar mereka semua, itu yang bisa kita lakukan supaya tidak tersebar ke seluruh kota lainnya. Maaf dokter Mila, apa anda tega melihat kota anda sendiri tumbuh seperti penjara orang gila. Dan ini sudah cukup, kota itu juga sudah merenggut 3 tim dokter kami bukan?” terang gubernur.
“Maaf mengganggu Pak gubernur, jangan langsung membuat keputusan. Berilah kesempatan sekali lagi kepada Mila.” sahut Zetta yang tiba-tiba masuk kedalam.
“Kakak?”  Mila kaget kakanya masuk ke dalam.
“Kami dari tim kepolisian akan menangkap Raja Chattkowdch.” sahut Zetta
“Kakak, bagaimana bisa kakak membuktikannya?” tanya Mila.
“Tenang mila, semua sudah beres. Mila, ada apa dengan dirimu, kau pasti bisa kan mengatasi virus itu?” tanya Zetta.
“Kami benar-benar tak menemukan cara mengatasinya.” ucap salah seorang dokter.
“Cepat, jam 08.00 malam kita akan memusnahkan kota Aberdeenshire, cepat siapkan semuanya .” suruh gubernur itu kepada bawahannya.
“Tunggu, aku menemukan satu hal, tapi aku tak yakin karena aku melakukan percobaannya pada hewan disana. Ini berhasil pada anjing percobaan itu. Dan aku yakin virus itu menular dari manusia ke hewan sehingga hewan tersebut berperilaku gila.” terang Mila.
“Benar kan, Mila kau memang akan menemukannya.” senyum Zetta mulai mengembang.
“Ini mustahil.” seru Mila.  Ia sedang berpikir. Kepalanya terus menggeleng-geleng.
“Apa yang mustahil dokter, kita harus mencobanya pada manusia.” sahut salah seorang dokter.
“Pak, saya yakin masalah ini bisa diatasi oleh adik saya, jadi tunggulah sebentar.” ucap  Zetta.
“Baik, saya akan berikan satu kesempatan. Lakukan yang terbaik Mila.” ucap gubernur itu.
Mila dan para dokter mulai melakukan rapat.
“Saat ada anjing pertama yang semula sehat terinfeksi virus itu, aku segera menyuntikkan tubuhnya sebelum virus itu bereplikasi. Dalam waktu 2 jam ternyata anjing itu mati. Sebelum hewan itu meninggal, aku mengambil darahnya dan mencoba mengambil cairan obat yang tadi aku suntikkan dari plasma darahnya. Kemudian, aku suntikkan lagi kepada anjing kedua yang sudah terinfeksi cukup lama dan itu berhasil, anjing itu kembali sehat.” jawab Mila.
“Itu berarti kita harus mengorbankan satu nyawa demi ribuan nyawa?” sahut dokter lainnya.
“Tepat sekali, setelah aku teliti, itu memang berhasil, obat yang dimasukkan dalam plasma darah orang yang terinfeksi virus tapi virus itu belum mereplikasikan dirinya, dengan mudah obat kita mengenal virus asing itu, karena virus itu setelah mereplikasikan diri, ia menjadi sangat kuat sehingga obat hampir tidak bisa mengenalinya. Makannya, kalian tidak berhasil kepada korban. Setelah obat itu mengenali virus itu, itu akan berhasil., kemudian dari satu sampel obat itu kita bisa buat memperbanyaknya, tetapi aku tak mengambilnya saat itu.” terang dokter Mila dengan serius.
“Tapi, apakah orang yang disuntikkan belum sampai 2 jam setelah terinfeksi atau virus itu belum mereplikasikan diri seperti anjing pertama bisa diselamatkan?”
“Tidak bisa, aku sudah melakukan berbagai cara pada anjing pertama itu, setelah obat itu mengenali virus itu, obat itu akan menjadi kuat untuk tubuh yang lain, tetapi tidak pada tubuh anjing pertama. Hanya ini satu-satunya cara, lalu pertanyaannya adakah orang yang mau mengorbankan dirinya.” tanya dokter Mila.
            Beberapa menit kemudian,
“Dokter Mila, cepat keluar! penduduk kota Aberdeenshire sekarang berjalan menuju ke posko kita, segera kita menyelamatkan diri.” ucap salah seorang militer.
Semua para tim medis, para ahli berlari menuju mobil dan helikopter untuk pergi dari tempat itu. Semua begitu panik meninggalkan peralatannya. Para militer pun menembaki warga Aberdeenshire yang terinfeksi tersebut.
“Cepat habisi mereka semua dan ingat jangan mendekati mereka.” sahut gubernur.
Saat mila berlari keluar dan salah satu korban mendekatinya.  
“Mila minggir!” tangan Zetta dipegang oleh salah satu penduduk Aberdeenshire itu.
“Kakak…….cepat minggir” teriak Mila.
“Cepat tembak orang didepan Zetta.” seru gubernur.
“Jangan, ku mohon jangan ditembak orang ini.” sahut Zetta.
“Kakak, apa yang kau lakukan?”. Zetta melepaskan Mila dan mendorongnya dengan keras.
“Bawa Mila, menjauh dariku cepat!” suruh Zetta.
“Apa maksudmu Kak, aku tak mau kau menjadi seperti korban seperti penduduk Aberdeenshire?” sahut Mila.
“Aku mendengar semuanya saat kau sedang rapat, dan cepat lakukan itu sekarang Mila, percaya padaku itu akan berhasil mengembalikan kota kita kembali.” Zetta meyakinkan.
“Tidak.. tidak mungkin, aku sama saja akan membunuhmu, lebih baik diriku saja” Mila menuju kearah salah seorang penduduk Aberdeenshire, tiba-tiba gubernur itu menarik tangannya.
“Apa yang kau lakukan Mila? Hanya kau yang tau cara mengembalikan kotamu, lakukan sekarang juga kepada kakakmu, ini demi ..” ucapannya terpotong.
“Aku tidak akan melakukannya Kak.” seru Mila.
“Lima, empat, tiga, dua, satu.” Zetta menghitung.
“Ini sudah lewat 5 menit Mila. Jika kau tidak menyuntikkan obat itu padaku dalam waktu 2 jam dari sekarang, aku akan menjadi orang gila seperti mereka, ini satu-satunya cara bukan? Lakukan sebelum matahari terbit. Kau hanya perlu mengorbankan diriku untuk 2000 orang, kita sudah berjanji kepada Ayah, kita akan menjaga kota kita. Sekarang saatnya mewujudkannya. Ya, kau akan berhasil mengatasinya.” terang Zetta.
Mila menjatuhkan dirinya duduk dan menutupi wajahnya, air matanya mulai mengalir dari sela-sela jari tangannya.
“Mila? Kau ingin kakakmu menjadi pahlawan, kan? Kabulkan permintaannya Mila, dia begitu mulia. Ini yang terbaik Mila, ini demi kota Aberdeenshire” ucap gubernur itu sambil mengelus pundak Mila. Mila langsung bangun berdiri.
Sementara Zetta telah bebas dari pegangan orang Aberdeenshire yang terinfeksi itu. Tiba-tiba Mila menaruh peralatannya kembali ke tanah.
“Kakak, aku kemarin lihat di berita, di atas kota Aberdeenshire dan sekitarnya tepat pukul sembilan malam akan ada fenomena aurora terbesar dan terindah di dunia, itulah hari yang aku tunggu denganmu Kak, aku telah trauma melihat pelangi, dan aku harap itu tak terjadi saat aku melihat aurora malam ini.” terang Mila.
“Pak gubernur, ini bahaya, ternyata tepat 1 meter belakang kita ada air, tak diragukan lagi itu danaunya. Kita terjebak dalam lingkaran bukit di tengah danau ini.” terang seorang militer.
“Danau, iya ini danau yang ingin aku kunjungi.” Mila memandang ke atas langit.
Dilihatnya taburan milyaran bintang berkelip bagai berlian. Langit itu benar-benar cerah, sinar bintang saling bersaut-sautan. Mila mulai menyiapkan suntikan obat. Satu jam berlalu, Mila berhasil meracik suntikan obat itu kembali. Mila melihat jam di tangannya tepat menunjukkan pukul 20.55. Mila berlari kearah kakaknya dan duduk disampingnya.
“Kak lihat 5 menit lagi kita akan melihat aurora terindah di atas danau bak surga ini. Aku tak menyangka akhirnya ini bisa terwujud Kak.” air mata Mila mulai menetes perlahan membasahi kakinya.
“Aku selalu bersamamu Dik, iya ini hari yang aku tunggu, di danau bersamamu melihat aurora indah.” Zetta tersenyum sambil memandang langit itu.
Namun, cahaya aurora belum terlihat.
“Dik, kurang 2 menit. Cepat suntikan itu kepadaku.”
“10, 9, 8, 7, 6,5..” air mata Mila terus menetes deras, ia tak sanggup menghitungnya. Cahaya aurorapun mulai terlihat.
Mila menyuntikkannya di tubuh Zetta. Mila menangis sejadi-jadinya, tubuhnya kaku, jari jemarinya gemetar, suntikannya langsung jatuh dan ia memeluk erat tubuh Zetta. Terlihat aurora berwarna ungu kemerah-merahan dengan warna merah muda, biru dan jingga muncul. Selebaran cahaya dengan berbagai warna itu berbaris menembus langit melewati milyaran bintang seakan matahari akan terbit dari arah munculnya sang aurora. Kini langit malam itu, seolah langit gelap yang dibalut dengan sinar cantik aurorora dan pancaran milyaran bintang.  Semua yang ada disitu berdiri memandang langit bak surga itu.
“Pelangi dan aurora sama-sama indah kak, Pelangi datang saat hujan telah berhenti dan aurora ini datang saat malam tiba. Kau tahu kak, Pelangi bagiku itu ialah Ayah dan Ibu. Mereka menghapuskan kepedihan dan kesengsaraan kota Aberdeenshire dengan memenangkan perang dan memilki kota ini sepenuhnya. Dan dirimu Kak, kau benar-benar aurora. Dan apa yang kau katakan itu benar kak, pelangi dan aurora sudah muncul di kota ini.” batin Mila memandang langit indah itu.  
Air matanya jatuh di atas wajah Zetta yang kini dikenang sebagai pahlawan. Dengan menemukan obatnya dan memperbanyaknya, tenaga medis Kota Caltrio berhasil menyembuhkan seluruh penduduk Aberdeenshire. Kota itu kini menjadi bersinar kembali. Mila selalu mengenang dua pahlawan, orang tua dan kakaknya. Itulah sesungguhnya keindahan hati bagaikan pelangi dan aurora.

by: Nurvita R

Comments