Skip to main content

Cegah Stunting dengan Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)

     Akhir-akhir ini stunting menjadi isu kesehatan yang hangat diperbincangkan di jajaran pemerintah, akademisi, maupun profesional kesehatan. Stunting menjadi hal penting untuk diatasi karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia dalam suatu negara. Pemerintah pun sudah mulai gencar berupaya dalam menangani stunting dengan adanya berbagai kebijakan dan strategi, namun masih ada masyarakat yang bahkan belum paham tentang istilah stunting tersebut. Lalu, apa stunting itu? stunting merupakan kondisi dimana tinggi badan anak lebih pendek dari tinggi anak seusianya atau biasa disebut anak kerdil. Stunting dapat terjadi karena kurangnya asupan gizi yang diterima saat bayi dalam kandungan dan masa awal bayi lahir, namun stunting mulai nampak saat usia 2 tahun. Banyak upaya yang sudah disusun dan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah stunting, salah satunya dengan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). 1000 HPK disebut sebagai periode emas yang dimulai 270 hari janin dalam kandungan sampai 730 hari pertama sejak bayi lahir. Dalam periode tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak sehingga apabila terjadi kekurangan gizi bisa menimbulkan gangguan pertumbuhan atau otak secara permanen.
Mengapa stunting menjadi begitu penting untuk ditangani?
      Dampak buruk stunting dalam jangka pendek adalah gangguan perkembangan otak, dan pertumbuhan fisik. Dalam jangka panjang dapat menurunkan kecerdasan, menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, berisiko terkena diabetes, obesitas, penyakit jantung dan dapat menurunkan produktivitas saat berusia produktif. Sedangkan, masih banyak orang tua yang tidak menyadari bahaya stunting karena dianggap hal wajar yang bisa didapatkan dari keturunan orang tuanya dan juga tidak terlihat seperti anak yang sakit dan bermasalah. Padahal stunting sendiri bisa dicegah dengan pemenuhan asupan gizi ibu hamil dan bayi, pola asuh yang tepat dan perbaikan sanitasi.
Bagaimana mencegah stunting dengan STBM?
      Aspek sanitasi terkadang menjadi hal yang terabaikan oleh ibu ketika hamil dan saat bayi baduta (bawah dua tahun). STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah perubahan perilaku higiene sanitasi yang terdiri dari 5 pilar, yaitu: stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga. Berikut cara menerapkan pilar STBM untuk mencegah stunting:
1. STOP Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
      Disebut buang air besar sembarangan apabila dilakukan di tempat terbuka seperti: kebun, semak, hutan, sawah, sungai maupun di tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban tanpa ada lubang septik yang langsung dibuang ke tempat terbuka. Penyakit yang bisa timbul akibat BABS ini, antara lain: diare, kolera, demam tifoid, hepatitis A, polio, penyakit cacing dan sebagainya. Cara penyebaran penyakit tersebut melalui: tangan, lalat, tanah, air dan makanan yang tercemar oleh tinja.
      Buang air besar yang benar berada di jamban sehat sehingga jamban sehat harus tersedia di setiap rumah dengan syarat: tidak mencemari air tanah dan air resapan, bebas dari serangga, tidak menimbulkan bau, aman dan nyaman digunakan, dan mudah dibersihkan. Hendaknya setiap anggota keluarga menggunakan jamban sehat seperti jamban leher angsa yang dapat menghindari terkontaminasi bakteri dari tinja ke air atau makanan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
      Cuci tangan tak cukup hanya sekedar dengan air, penggunaan sabun dapat berfungsi sebagai antiseptik yang dapat membunuh kuman. Jangan lupa ‘tuk cuci tangan di air mengalir. Waktu untuk cuci tangan saat sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan bayi, sebelum menyusui, sebelum memberi makanan, sesudah buang air kecil atau besar, dan sesudah memegang hewan atau unggas. Ibu dapat mempelajari dan mempraktekan 7 langkah cuci tangan yang benar setiap waktunya.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan yang Aman di Rumah Tangga (PAMM-RT)
      Cara sederhana yang dapat dilakukan ibu adalah pengolahan air minum dengan merebus air. Air dapat diminum setelah dibiarkan mendidih selama sekitar 3-5 menit. Merebus air berguna untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit. Tempat air minum perlu diperhatikan dengan memiliki tempat penutup, ditaruh di tempat yang bersih dan sulit dijangkau binatang. Tempat air minum pun harus rutin dibersihkan tiga hari sekali dan saat mencuci bilasan terakhir hendaknya menggunakan air yang sudah diolah. Air minum yang masuk ke tubuh anak penting diperhatikan, jangan sampai anak meminum air yang tidak higienis dan tidak sehat. Pengelolaan makanan diawali dengan pemilihan bahan makanan yang segar dan tidak kadaluarsa. Pencucian sayur dan buah sebaiknya dengan air yang sudah diolah. Penyimpanan makanan hendaknya dengan memperhatikan suhu dan terhindar dari bakteri, serangga dan hewan. Saat pengolahan makanan diperhatikan pula kebersihan dapur, peralatan, bahan makanan, jangan sampai tercemar secara fisik, kimia dan biologis.
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
      Pengolahan sampah hendaknya mulai memperhatikan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu mengurangi pemakaian kantong plastik, memanfaatkan barang yang sudah tak terpakai dan mendaur ulang menjadi barnag baru. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi kerajinan. Sampah harus dibuang setiap harinya, tidak boleh dibiarkan menumpuk, dan tempat sampah harus tertutup. Sampah yang dibiarkan atau dibuang sembarangan dapat mengundang lalat, tikus, kecoa, nyamuk yang dapat menyebarkan bibit penyakit, terutama saat musim hujan.
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga  (PLCRT)
      Limbah cair berupa black water yang dihasilkan dari WC harus disalurkan ke tangki septik, sedangkan limbah cair berupa grey water yang dihasilkan dari air bekas mandi, cuci, dan dapur disalurkan ke saluran pembuangan air limbah (got). Prinsipnya, limbah cair antara black water dan grey water tidak boleh bercampur dan tidak menjadi perindukan vektor pembawa penyakit.

      Lingkungan dengan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan terkontaminasinya makanan dan minuman oleh bakteri, virus, atau parasit yang apabila dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit infeksi. Pada bayi atau baduta, penyakit yang sering terkena seperi diare dan cacingan bisa berdampak terhadap status gizinya. Ketika bayi atau baduta sakit maka asupan gizi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan otak, malah sebaliknya digunakan untuk melawan infeksi dalam tubuh sehingga penyerapan zat gizi menjadi terganggu dan lambat laun akan menyebabkan stunting (anak kerdil). Saat sakit pula, anak akan kehilangan nafsu makan maka berisiko kehilangan nutrisi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sanitasi sangat berpengaruh terhadap status gizi sehingga penerapan pilar STBM patut diterapkan oleh ibu sejak masa kehamilan sampai bayi baduta (atau periode 1000 HPK) untuk mencegah terjadinya stunting.

#1000HariTerbaik
#1000HariPertamaAnanda

Comments