Skip to main content

in twenty one years old

26 Safar 1440

Selembar kertas tak tersentuh dari ujung meja berukiran kayu sejak seminggu lalu,
Kulihat tubuhmu tak berkutik dari bangku yang hampir penyok satu sisi kakinya.
Dan jemarimu tak henti-hentinya melompat dari ketikan huruf satu ke yang lain.

Kau berhenti sejenak dan termenung, tatapanmu bukan ke arah layar monitor,
Ternyata pantulan sinar mentari dari balik tirai itu yang mengalihkan perhatianmu.
Kau mulai bangkit, ayunan kakimu terasa berat, kaku dan kesemutan setelah beberapa jam kau duduk disitu.
Tirai itu kau buka lebar hingga seisi ruangan dipenuhi pantulan sinar mentari.
Kau mulai tertegun, sesekali terucap kalimat takjub "MashaAllah"
Langit menampakkan keindahannya, cerah, berwarna biru, menyejukkan, keten angan dan kau mulai hanyut terbawa sepoian angin.
Pikiran runyam saat kau rasa di bangku itu, terasa hilang lepas selepasnya.
Kau mulai memikirkan sesuatu yang telah terlupa sejak sepekan ini.

Tidak terkecuali kamu, sibuk dengan urusan dunia, berniat mencari kebaikan yang diridhoi-Nya, namun tak kuasa kau perlahan terlena dengan betah berlama-lama dalam roda putar bumi.
Kau tak sengaja terlupa bahwa Langit memiliki sejuta keindahan yang dapat kau pinta.
Selama ini, berapa banyak waktu yang kau habiskan untuk menyelesaikan urusanmu?
Kau lup a, bahwa Allah memiliki hak atas waktu yang kau miliki.
Lalu, kau mulai memikirkan semua itu, tenggelam dalam renungan sesal dan khilaf.

Kan kutanyakan lagi, kapan terakhir kali kau merasa sungguh bersemangat menghabiskan beberapa juz kitab suci Al-Qur'an untuk membacanya?
Kapan terakhir kali kau tak merasa letih saat tunaikan solat duha duabelas raka'at?
Kapan terakhir kali kau bisa menahan rasa kantukmu saat bangun menunaikan salat di sepertiga malam?
Kapan terakhir kali kau kuat dalam rutinitas harianmu untuk menjalankan puasa sunah?
Kapan terakhir kali kau bisa seikhlas-ikhlasnya menyerahkan yang kau miliki untuk bersedekah?
Kapan terakhir kali kau bisa menangis sejadi-jadinya ketika sedang mengangkat kedua tangan mu?
Dan, kapan terakhir kali kau memikirkan  pertemuanmu dengan-Nya?

Kau mulai berbalik menuju ke arah meja berukiran kayu, selembar kertas itu kau ambil, kau mulai membacanya perlahan, dan menempelkannya ke dinding.
Kau menarik napas begitu dalam, memejamkan mata dan membukanya secara perlahan.
Kini kau bisa membacanya dengan sejelas-jelasnya tulisan dalam selembar kertas itu.
"Apa bekalmu hari ini untuk menemui kehidupan sesungguhnya?"

Itu pertanyaan setiap harinya yang ditunjukkan ke kamu,
Iya, kamu, yang sudah menulis tulisan ini.


Barakallah usia ke-21,

-NR-

Comments